Tentang Air Mata

Tentang Air Mata

Ini tentang air mata. Tumpah ruah di rongga hati. Benar, ini masih tentang air mata. Begitu ikhlas menggiring, berkisah tentang pergulatan hati. Kujelaskan berkali – kali, ini tentang air mata. Air mata ini adalah do’a disepanjang sujud yang tak ingin jauh dari-Nya. Pun tentang kerinduan yang tersimpan begitu rapih. Air mata ini tentang getaran hati ketika tahu bahwa setan turun kepada para pembohong dan penyair. darah ini pun, berdesir, mengaku ingin memuliakan hidup melalui coretan pena namun kalam-Nya begitu jelas menyapa agar menjadi sebenar benarnya penyair yang mulia. Tak hanya sekedar merajut aksara namun melakukan hal yang di suarakan. Air mata ini tentang dosa yang diperbuat setinggi gunung pun masih saja lalai. Benar istiqomah begitu sulit. Maka bukan hanya butuh sekedar sadar, nambun butuh sebuah penawar. 

Air mata ini tentang perjalanan mengenal kalam-Nya. Rabby, izinkan hamba menjaganya dalam qalbu. Agar kelak ia menemaniku dalam gelap. Memberi syafaat saat waktu itu tiba. Air mata ini tentang keikhlasan, melukis perasaan dalam diam. Air mata ini tentang rasa yang begitu putih, hingga mampu menembus gelap arogansi dan egoisme. Air mata ini tentang bahagia, ketika diri mampu bangkit dari keterpurukan, bangun saat terjatuh bahkan saat kembali terjatuh dan dapat berdiri lebih tegak. Air mata ini tentang perjalanan hidup yang begitu berliku namun ku katakan pada pilu, bahwa aku memiliki-Nya Sang penuntun dalam mencari jalan lurus.

Air mata ini tentang selembar surat berharga yang kuraih dengan berpeluh keringat. Meninggalkan kebahagiaan demi menemu kemuliaan. Air mata ini tentang debaran hati, yang begitu tersentuh melihat papan rumah yatim diseberang jalan. Semoga suatu saat dapat berkumpul di sana, berbagi keceriaan, bernyanyi, dan melupakan kesedihan. Lalu menggatinya dengan kebahagian. Air mata ini tentang kebersyukuran. Memiliki mata untuk melihat, bibir untuk bicara, tangan untuk menulis, kaki untuk berjalan, telinga untuk mendengar. Air mata ini tentang ketakutan akan kematian yang begitu pasti. Dan ini hanya sedikit tentang air mata yang menghujan begitu deras. Air mata ini hanya sekelumit dari percikan rahmat agar aku tak melupakan-Nya. Air mata ini belum kering.

Pergulatan hati itu, kini menuai harapnya. Jatuh cinta pada setiap tawa. Merunduk malu saat mendengar rapal setiap do’a yang terpanjat. Menjemput asa, menebar cinta. Dulu, bahagia itu saat bisa menyaksikan  semua gelak tawa yang tersaji. Bersembunyi dan malu malu saat mengintip setiap senyuman. Dan hati berguman, “Maa syaa Allah, bahagia sekali bisa melihat mereka berlari, bermain, makan dengan riang. Terima kasih Allah atas nikmat ini. Air mata ini jatuh, namun bibir ini tersenyum melihat semua kebahagian”. Namun, berlarutnya hari menebar cinta tak sejujur mata melihat. Selalu ada harap merayu langit. Didebur lautan ombak. Di kedalaman yang begitu gelap. Di langit dan awan biru. Hingga daun yang berayun lembut. Bahkan di gorong gorong kecil, ada segerombolan semut yang ikut berdo’a dan merayu-Nya.

Air mata ini tidak akan pernah kering untuk sebuah delegasi kebaikan. Jika bahagia tak harus disaksikan. Maka ada harap yang terselip begitu besar. “Kau mau apa? Jika semua yang dilakukan, hanya untuk sebuah keingin di dunia, semua akan kau dapatkan dan semua akan diberikan. Namun jangan lagi berharap untuk mendapatkan suatu hal yang lebih besar setelahnya. Iya, sebuah pertolongan dan ampunan dari-Nya”. 

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *